1. Mukaddimah
Bekal utama dalam hidup, adalah keyakinan dan keimanan kepada Allah SWT dan hidup beradat.
Mesti diajarkan adat dan syarak.
Nilai-nilai tamadun budaya Minangkabau – ABS-SBK — terikat kuat dengan penghayatan Islam.
Sikap jiwa (mental attitude) dari masyarakat Minangkabau, masih tertuntun oleh akhlak, sesuai bimbingan ajaran Islam, dalam adagium “Adat basandi Syara’, syara’ basandi Kitabullah “,
dan “syara’ mamutuih, Adat memakai !”.
Nilai-nilai budaya ini, menjadi pegangan hidup yang positif, mendorong dan merangsang, force of motivation, penggerak mendinamiseer satu kegiatan masyarakat bernagari
Sifat dan kebiasaan-kebiasaan untuk mengembangkan kegiatan ekonomis seperti menghindarkan pemborosan, kebiasaan menyimpan, hidup berhemat, memelihara modal supaya jangan hancur, melihat jauh kedepan.
Sikap jiwa yang lahir dari pemahaman syarak dalam budaya Minangkabau, kekuatan besar dari kekayaan budaya masyarakat yang tidak ternilai besarnya.
2. Adat Minangkabau Unik
Di tengah keunikan adat budaya Minangkabau itu, kita menghadapi ada beberapa kendala — dalam implementasi penerapan nilai-nilai budaya adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (ABS-SBK), dan syarak mangato adaik mamakaikan, di antaranya ;
a). Generasi mudaterabaikan dalam pewarisan nilai budaya Minangkabau,
b). hubungan kekerabatan keluarga mulai menipis,
c). peran ninik mamak kini, sebatas seremonial,
d). peran substantif dari ulama mulai kehilangan wibawa,
3. Hubungan Kekerabatan Harmonis.
Keunikan dengan Nilai-nilai ideal kehidupan ini, mesti dihidupkan terus dalam kehidupan bernagari.
a. rasa memiliki bersama,
b. kesadaran terhadap hak milik,
c. kesadaran terhadap suatu ikatan,
d. kesediaan untuk pengabdian,
e. menjaga hubungan positif pernikahan.
Pembangunan Nagari harus memakai pola keseimbangan dan pemerataan.
Nilai kepemimpinan di dalam Nagari, adalah keteladanan .
Kita memerlukan generasi yang handal, dengan beberapa sikap; berakhlak, berpegang pada nilai-nilai iman dan taqwa, memiliki daya kreatif dan innovatif, menjalin kerja sama berdisiplin, kritis dan dinamis, memiliki vitalitas tinggi, tidak mudah terbawa arus, sanggup menghadapi realita baru di era kesejagatan.
Memahami nilai nilai budaya luhur, punya makna jati diri yang jelas, menjaga martabat, patuh dan taat beragama, menjadi agen perubahan, dengan motivasi yang bergantung kepada Allah, mengamalkan nilai nilai ajaran Islam sebagai kekuatan spritual, dinamis dalam mewujudkan sebuah kemajuan fisik material, tanpa harus mengorbankan nilai nilai kemanusiaan.
4. Sedang Terjadi Perubahan.
Pergeseran budaya itu terjadi ketika mengabaikan nilai-nilai agama. Pengabaian nilai-nilai agama, menumbuhkan penyakit social yang kronis, seperti kegemaran berkorupsi, aqidah tauhid melemah, perilaku tidak mencerminkan akhlak Islami, serta suka melalaikan ibadah.
Kelemahan tumbuh disebabkan pembinaan akhlak anak nagari sering tercecerkan, pendidikan surau hampir tiada lagi, atau peran pendidikan surau di rumah tangga juga melemah, dan peran pendidikan akhlak berdasarkan prinsip budaya ABS-SBK menjadi kabur.
Janji Allah SWT sangat tepat, ” apabila penduduk negeri beriman dan bertaqwa dibukakan untuk mereka keberkatan langit dan bumi “,
5. Masyarakat Mandiri Berprestasi
Pengendali kemajuan sebenarnya adalah agama dan budaya, yakni budaya tamaddun (ABS-SBK) yang telah berlaku turun temurun dalam masyarakat Minangkabau..
Tercerabutnya agama dari diri masyarakat Sumatera Barat –Minangkabau –, berakibat besar kepada perubahan prilaku dan tatanan masyarakatnya, karena “adatnya bersendi syarak, syaraknya bersendi kitabullah” dan “syarak mangato (=memerintahkan) maka adat mamakai (=melaksanakan)” – sungguhpun dalam pengamatan sehari-hari sudah sulit ditemui.
Akibatnya, ditemui maraknya penyakit masyarakat (pekat, tuak, arak, judi, dadah, pergaulan bebas di kalangan kaula muda, narkoba, tindakan kriminal dan anarkis), yang merusak tatanan keamanan, maka akibat yang dirasakan adalah prinsip ABS-SBK menjadi kabur.
Peranan suluah bendang di Minangkabau atau yang disebut Tungku Tigo Sajarangan sejak dulu adalah membawa umat dengan informasi dan aktifitas — kepada keadaan yang lebih baik, kokoh aqidah, qanaah, istiqamah, berilmu pengetahuan, mencintai nagari, matang dengan visi dan misi bernagari, kebersamaan dan gotong royong, berkualitas dengan iman dan hikmah, amar maktruf dan nahyun ‘anil munkar, research oriented, professional, berteraskan iman dan ilmu pengetahuan, mengedepankan prinsip musyawarah dan mufakat.
Jiko mangaji dari alif, Jiko naiak dari janjang, Jikok turun dari tango, Jiko babilang dari aso, artinya hidup berperaturan.
6. Suku Sako Pusako.
Tiga Unsur Sistim Banagari di Minangkabau didukung oleh Suku, Sako dan Pusako.
Ketiganya berjalin berkulindan di dalam satu Nagari.
Ketiga unsur ini tidak dapat dipisahkan.
KONSEP PEMERINTAHAN HARUS MAMPU MENAUNGI MASYARAKATNYA.
Pemerintahan Nagari dibingkai undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Implementasinya, Perda tentang Pemerintahan Nagari.
Hubungan berpemerintahan di tingkat Nagari, hubungan harus berdasarkan adat. Adat harus benar-benar dikuasai oleh semua aparat pemerintahan Nagari. Adat tidak semata sebagai kekayaan sains (ilmu pengetahuan) ke-Minangkabau-an. Adat harus dapat dilaksanakan dalam kehidupan dan hubungan bermasyarakat.
Ka lauik riak ma hampeh, ka karang rancam ma aruih, ka pantai ombak ma mamacah.
Kini memang terasa, Rakyat di nagari-nagari mulai mengalami pergeseran pola hidup di bidang sosial, ekonomi, politik dan budaya, mulai menjadi sasaran dari budaya westernisasi. Hal ini terjadi, ketiadaan bekal dalam pemahaman adat dan syarak.
7. Tungku Tigo Sajarangan
Menata pemerintahan nagari, dengan perinsip ABS-SBK, dituntut adanya peribadi yang beriman dan bertaqwa, berilmu pengetahuan, berjiwa wiraswasta, menguasai manajemen, beradat dan beragama, menguasai teknologi terapan, berilmu pengetahuan, “hidup modern dan maju dengan keimanan yang kokoh”.
Mereka adalah urang nan 4 Jinih (Ninik Mamak, Alim Ulama, Cadiek Pandai, Para Pemuda dan Bundo Kanduang), yang semuanya merupakan tali tigo sapilin, didalam susunan bernagari dan menjadi tungku tigo sajarangan sebagai salah satu struktur masyarakat adat di Minangkabau.
Di dalam menata pemerintahan dan kehidupan beradat di tengan Masyarakat Hukum Adat Minangkabau saat ini, memang tantangannya sangat banyak, uluran tangan yang di dapat hanya sedikit.
Makanya, mesti dijaga hubungan kekerabatan di Nagari berlangsung harmonis dan baik.
Ada perasaan malu, bila tidak membina hubungan dengan baik.
Seseorang akan dihargai, apabila ia berhasil menyatu dengan kaumnya.
Hubungan kekerabatan Minangkabau kompleks, akan selalu terjaga dengan,
”nan tuo di hormati, nan ketek di sayangi, pandai ba gaul samo gadang”.
Nilai-nilai ideal kehidupan bernagari karena ;
adanya rasa memiliki bersama, kesadaran terhadap hak milik, kesadaran terhadap suatu ikatan kaum dan suku, kesediaan untuk pengabdian, terjaga hubungan positif pernikahan (semenda menyemenda, bako baki, ipa bisan, andan pasumandan, dan hubungan mamak kamanakan ).
Ada kiat adat untuk meraih keberhasilan ;
Dek sakato mangkonyo ado, dek sakutu mangkonyo maju,
dek ameh sagalo kameh, dek padi mangko jadi.
Artinya perlu kesepakatan dan kemakmuran di tengah masyarakatnya.
Dalam melihat tatanan dan tataran masyarakat ini dapat tampak Bentuk Budaya sebenarnya, di antaranya pada tata karma bahasa (kato nan ampek), yang dikenal dengan ‘kato pusako’ dan tatanan (struktur masyarakat), pakaian, makanan, seni (tari, lagu, ukiran), peralatan, dan ritual (seremonial dan situs-situs).
8. Peran Tungku Tigo Sajarangan.
Bagi setiap orang yang secara serius ingin berjuang di bidang pembangunan masyarakat nagari, pasti akan menemui di nagari satu iklim (mental climate) yang subur bila pandai menggunakan dengan tepat .
Ada kekuatan agama, tamadun, budaya, adat istiadat, dan budi bahasa yang baik.
Lah masak padi rang Singkarak, masaknyo ba tangkai-tangkai, sa tangkai jarang nan mudo. Kabek sa balik buhue sintak, payahlah urang nak ma ungkai, tibo nan punyo rarak sajo.
Diperlukan orang-orang yang ahli di bidangnya untuk menatap setiap peradaban yang tengah berlaku dalam adaik salingka nagari.
Alah bakarih samparono, bingkisan rajo Majopaik,
Tuah ba sabab ba karano, pandai ba tenggang di nan rumik.
Satu realita objektif adalah ;
Siapa yang paling banyak menyelesaikan persoalan masyarakat ,
pasti akan berpeluang banyak mengatur masyarakat.
Beberapa model perlu dikembangkan di kalangan para pendidik masyarakat yang disebut Tungku Tigo Sajarangan dan Tali Tigo Sapilin, seperti ; pemurnian wawasan fikir, mempertajam kekuatan zikir, penajaman visi adat banagari, mengembangkan keteladanan uswah hasanah, sabar, benar, memupuk rasa kasih sayang, pendalaman spiritual religi.
9. Mengedepankan Persaudaraan
Dalam gerakan “membangun nagari“, setiap fungsionaris di nagari akan menjadi pengikat anak nagari, dalam membentuk masyarakat yang lebih kuat, sehingga merupakan kekuatan sosial yang efektif, dengan kekuatan persaudaraan.
Tukang nan indak mambuang kayu,
Nan luruih ka tangkai sapu,
Nan bengkok ka singka bajak,
nan ketek ka pasak suntiang,
sa tangkok ka papan tuai ( ka ani-ani).
Pemasyarakatan budaya adat dan syarak sangat Islami,
sesuai prinsip “adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah“.
Maka anak nagari mesti dibina mencapai derajat pribadi taqwa,
dalam hubungan hidup bermasyarakat sesuai tuntunan syarak (Agama Islam).
Mamutieh cando riak danau, tampak nan dari muko-muko,
Batahun-tahun dalam lunau, namun nan intan bakilek juo.
Menguatkan solidaritas beralaspijak kepada iman dan adat istiadat luhur,
“nan kuriak kundi nan sirah sago, nan baik budi nan indah baso”.
Intensif menjauhi kehidupan materialistis,
“dahulu rabab nan batangkai kini langgundi nan babungo,
dahulu adat nan bapakai kini pitih nan paguno”.
Hendaknya bida;l ini jangan bertemu di dalam kehidupan bernagari di Minangkabau.
10. Mengakarkan Nilai Islam kedalam
Budaya Minangkabau
Dalam Masyarakat Adat Minangkabau selalu diingatkan supaya,
Iman nan tak buliah ratak, kamudi nan tak buliah patah,
padoman indak buliah tagelek, haluan nan tak bulieh barubah.
Generasi Minangkabau mesti memiliki ilmu dengan akidah tauhid yang jelas.
Generasi Minangkabau mestinya dinamik yang tumbuh dengan kejelian akal fikir disertai kejernihan budi pekerti.
“Pucuak pauah sadang tajelo, Panjuluak bungo galundi,
Nak jauh silang sangketo, Pahaluih baso juo basi.
Anjalai tumbuah di munggu, Sugi-sugi di rumpun padi,
Nak pandai sungguah baguru, Nak tinggi naiak-kan budi.
11. Kualitas generasi Muda Minangkabau
Mengutamakan manhaj-ukhuwah ;
“bulek aie dek pambuluah bulek kato ka mupakaik.”
Mengamalkan budaya amal jama’i ;
“kok gadang indak malendo, kok cadiek indak manjua,
tibo di kaba baik bahimbauan, tibo di kaba buruak bahambauan.
Manyuruah babuek baik, Malarang babuek jahek,
Mahirik mambantang, manunjuak ma-ajari.
Managua manyapo, Tadorong mahelo, talompek manyentak,
Gawa ma-asak, ma asak lalu ka nan bana.
Tak ado karuah nan tak janieh.
Tak ado kusuik nan tak salasai.
Generasi muda mesti meniru kehidupan lebah; kuat persaudaraannya, kokoh organisasinya, berinduk dengan baik, terbang bersama membina sarang, baik hasil usahanya, dapat dinikmati oleh lingkungannya.
12. Sembilan Watak Kepemimpinan
Rasulullah SAW
Filosofi Hidup Nagari-nagari di Minangkabau bersumber dari alam.
Alam takambang jadi guru dan diberi ruh oleh Islam.
Kekuatan hubungan ruhaniyah (spiritual emosional) dengan basis iman dan taqwa akan memberikan ketahanan bagi umat.
Hubungan ruhaniyah, lebih lama bertahan daripada hubungan struktural fungsional.
Keutuhan budaya bertumpu kepada masyarakat yang mampu mempersatukan seluruh potensi yang ada, terutama dengan meniru dan menerapkan watak kepemimpinan Rasulullah SAW. antara lain,
1. Fathanah (ilmiah),
2. Amanah (jujur),
3. Amaliah (teguh dan istiqamah/transparan),
4. Shiddiq (lurus dan dipercaya),
5. Shaleh (teguh ibadah dan berakhlak mulia),
6. Setia (ukhuwwah mendalam),
7. Tabligh (dialogis),
8. Tauhid (memiliki keyakinan yang kuat kepada Allah dan hari akhirat),
9. Thaat (disiplin).
Prinsip-prinsip Kepemimpinan Rasulullah tersebut diatas, sangat diperlukan di dalam mengimplementasikan ABS-SBK di nagari-nagari dan harus masuk ke dalam seluruh kehidupan secara komprehensif, kebudayaan Minangkabau akan berlaku universal, yang dijabarkan dengan kebersamaan, gotong royong, sahino samalu, kekerabatan, dan penghormatan sesama, atau barek sapikue ringan sajinijing, yang menjadi kekuatan di dalam incorporated social responsibility.
Kekusutan dalam masyarakat Minangkabau, diatasi dengan komunikasi.
Persoalan perilaku harus mendapatkan porsi yang besar.
Diperlukan sosialisasi nilai-nilai budaya Minangkabau,
membentuk kembali struktur masyarakat adat di Nagari-nagari.
Menata pemerintahan nagari, dengan perinsip ABS-SBK, dituntut adanya peribadi yang beriman dan bertaqwa, berilmu pengetahuan, berjiwa wiraswasta, menguasai manajemen, beradat dan beragama, menguasai teknologi terapan, berilmu pengetahuan, “hidup modern dan maju dengan keimanan yang kokoh”.
Konsep pemerintahan harus mampu menaungi masyarakatnya.
Diperlukan penata yang memiliki sikap perilaku Madani, yang FAST (Fathanah, Amanah, Shiddiq dan Tabligh-dialogis) itu.
Rakyat di nagari-nagari kini, memang mulai mengalami pergeseran pola hidup di bidang sosial, ekonomi, politik dan budaya, mulai menjadi sasaran dari budaya westernisasi.
Hal ini terjadi, ketiadaan bekal dalam pemahaman adat dan syarak. Lebih kentara karena pengamalan agama Islam mulai melemah, maka kehidupan beradat sopan santun pun menjadi terabaikan.
Pemerintahan Nagari dibingkai undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Implementasinya di nagari-nagari sebenarnya diperkuat oleh Perda tentang Pemerintahan Nagari. Maka di nagari-nagari juga dapat dibuatkan Peraturan Nagari (Perna), sehingga adat dan syarak di nagari terlaksana dengan baik.
Hubungan berpemerintahan di tingkat Nagari, adalah hubungan pemerintahan dan masyarakat yang timbal balik, dan semestinya berbasis kepada adat istiadat setempat, atau adanya perinsip “adat selingkar nagari, pusako selingkar kaum”.
Adat harus benar-benar dikuasai oleh semua aparat pemerintahan Nagari.Adat tidak semata sebagai kekayaan sains (ilmu pengetahuan) ke-Minangkabau-an.
Adat harus dapat dilaksanakan dalam kehidupan dan hubungan bermasyarakat.
Ka lauik riak ma hampeh, ka karang rancam ma aruih, ka pantai ombak ma mamacah.
Jiko ma ngauik kameh-kameh, jiko mancancang putuih-putuih, Alah salasai mangkonyo sudah.
Kekekrabatan dijaga oleh ninik mamak dan penghulu yang dihimpun dalam KAN, dengan satu sistem pandangan banagari, cinta kepada Nagari dan kegiatan dalam membangun yang dipersamakan.
13. Harapan untuk Generasi Minangkabau
Generasi Minangkabau harus dibina memiliki budaya yang kuat, dinamik, relevan dengan realiti kemajuan di era globalisasi, mengamalkan nilai-nilai agama Islam.
Konsep Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah adalah kristalisasi dari ajaran hukum alam yang bersumber dari Islam. Generasi penerus harus taat hukum.
Beberapa langkah dapat dilakukan ;
1. memulai dari lembaga keluarga dan rumah tangga,
2. memperkokoh peran orang tua, ibu bapak ,
3. fungsionalisasi peranan ninik mamak dan unsur masyarakat secara efektif,
4. memperkaya warisan budaya, setia, cinta dan rasa tanggung jawab patah tumbuh hilang berganti .
5. menanamkan aqidah shahih (tauhid),
6. istiqamah pada agama yang dianut,
7. menularkan ilmu pengetahuan yang segar dengan tradisi luhur.
8. menanamkan kesadaran, tanggung jawab terhadap hak dan kewajiban asasi individu secara amanah.
9. penyayang dan adil dalam memelihara hubungan harmonis dengan alam .
10. melazimkan musyawarah dengan disiplin, teguh politik, kukuh ekonomi.
11. bijak memilih prioritas , sesuai puncak budaya Islam yang benar.
14. Khulasah
Pemberdayaan kekuatan dakwah ; dengan manajemen pendidikan berbasis umat yang lebih accountable, baik dari sisi pertanggungan jawab keuangan maupun organisasi, sehingga menjadi viable (dapat hidup terus, berjalan, bergairah, aktif dan Giat), dan juga durable (dapat tahan lama) sesuai perubahan dan tantangan zaman.
Pemantapan tamaddun, agama dan adat budaya menjadi landasan dasar pengkaderan di nagari-nagari di Minangkabau dengan kewajiban,
a). Memelihara dan menjaga generasi pengganti yang lebih sempurna,
kaluak paku kacang balimbiang, sayak timpuruang lengang-lenggangkan,
anak di pangku kamanakan di bimbiang, urang kampuang di patenggangkan.
b). Mengupayakan berlangsungnya timbang terima kepemimpinan dalam kaum dan nagari secara alamiah,
Ingek sabalun kanai, kulimek sabalun abih,
Agak-agak nan ka pai, ingek-ingek nan ka tingga,
Patah tumbuah hilang ba ganti.
c). Teguh dan setia melaksanakan pembinaan dan mengajarkan adat istiadat kepada anak kemenakan dan menjaga lingkungan dengan baik.
‘ Handak kayo badikik-dikik, Handak mulie tapek i janji,
Handak tuah ba tabue urai, Handak namo tinggakan jaso,
Handak luruih rantangkan tali, Handak pandai rajin baraja,
Handak bulieh kuek mancari,
Nan lorong tanami tabu, Nan tunggang tanami bambu,
Nan gurun buek ka parak, Nan munggu ka pandam pakuburan,
Nan rawang ranangan itiek, Nan padang kubangan kabau,
Nan bancah jadikan sawah, Nan gauang ka tabek ikan,
Artinya ada kemauan kuat melakukan perubahan, dan memanfaatkan alam sesuai dengan tata ruang yang jelas, karena segala tindakan dan perbuatan akan disaksikan oleh Allah, Rasul dan semua orang beriman.
Moga ini dapat berguna di dalam menyongsong KKM2010 yang hendaak digelar pada Agustus 2010 yang akan datang.
Hendaknya pula pada Generasi muda di UI mampu menjadi pendorong untuk menjadikan Minangkabau maju dengan berbasis adat budayanya yang unik dan mampu duduk sama rendah serta tegak sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain di persada bumi ini.
Insyaallah.
Wassalam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar